cover
Contact Name
Dita Archinirmala
Contact Email
dorotea.ditaarchinirmala@kalbe.co.id
Phone
+6281806175669
Journal Mail Official
cdkjurnal@gmail.com
Editorial Address
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/about/editorialTeam
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Cermin Dunia Kedokteran
Published by PT. Kalbe Farma Tbk.
ISSN : 0125913X     EISSN : 25032720     DOI : 10.55175
Core Subject : Health,
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles 23 Documents
Search results for , issue "Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging" : 23 Documents clear
Tinea Imbrikata Johan, Reyshiani
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (964.695 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.876

Abstract

Tinea imbrikata adalah dermatofitosis kronis yang disebabkan oleh Trychophyton concentricum dengan gambaran morfologis khas, berupa papulo skuamosa yang tersusun dalam lingkaran-lingkaran konsentris sehingga tampak seperti atap genting. Dilaporkan satu kasus tinea imbrikata pada wanita usia 47 tahun. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan lesi kulit dengan distribusi generalisata hampir di seluruh bagian tubuh kecuali wajah, telapak tangan dan kaki berupa skuama halus yang tersusun konsentris. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan KOH 10% didapatkan hifa panjang, spora dan epitel.Tinea imbricata is chronic dermatophytosis caused by Trychophyton concentricum with typical morphological description, a squamous papullae arranged in concentric circles like roof tiles. A case of tinea imbricata in women aged 47 years was reported. Skin lesions with a generalized distribution was observed in almost all parts of the body except the face, palms of the hands and feet in the form of concentrically arranged smooth scaling. Microscopic examination with 10% KOH staining obtained long hyphae, spores and epithelium. 
Pemeriksaan Imunohistokimia untuk Mengungkap Patogenesis Vitiligo Sandhika, Willy; Novarina, Ryski Meilia; Setyaningrum, Trisniartami
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.872

Abstract

Vitiligo merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan area putih yang makin luas. Patogenesis penyakit vitiligo melibatkan berbagai etiologi yang saling berkaitan seperti genetik, autoimun dan inflamasi. Pemeriksaan imunohistokimia pada bahan biopsi kulit penderita vitiligo meliputi pemeriksaan antibodi CD3, CD8, TNF-α, IL-17 dan IL-17RA, CD117, NALP1, Langerin serta CD11c dapat mengungkap patogenesis penyakit sehingga dapat membuka jalan untuk terapi yang sesuai.Vitiligo is a skin disorder characterized by progressive white macules. The pathogenesis involves various interrelated etiologies such as genetic, autoimmune and inflammation. Immunohistochemical examination on skin biopsy using antibody CD3, CD8, TNF-α, IL-17 and IL-17RA, CD117, NALP1, Langerin and CD11c may reveal the pathogenesis of the disease to facilitate appropriate therapy.
Anisometropia Saputera, Monica Djaja
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.627 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.873

Abstract

Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat perbedaan kekuatan refraksi antara mata kanan dan kiri lebih dari 1.00 D. Angka kejadian anisometropia disertai amblyopia adalah 47.6%, sedangkan angka kejadian anisometropia disertai strabismus adalah sebesar 9.5%. Deteksi dini anisometropia adalah pemeriksaan tajam penglihatan, uji aniseikonia, Worth four dots test, Hirschberg test, dan cover and uncover test. Sedangkan penanganan anisometropia adalah penggunaan lensa kacamata, lensa kontak, dan pembedahan.Anisometropia is due to more than 1.00 D difference in refractive power between right and left eye ; 47.6% anisometropia cases are accompanied by amblyopia, while 9.5% are accompanied by strabismus.Early detection of anisometropia is eyesight examination, aniseikonia test, Worth four dots tests, Hirschberg test, and cover and uncover test. Anisometropia is treted with lens glasses, contact lenses, and surgery.
Terapi Oksigen Hiperbarik sebagai Terapi Ajuvan Kaki Diabetik Irawan, Hendry; -, Kartika
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.696 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.878

Abstract

Kaki diabetik sebagai salah satu komplikasi diabetes melitus, memiliki angka morbiditas tinggi. Penelitian-penelitian klinis acak mengkonfirmasi bahwa terapi oksigen hiperbarik mampu meningkatkan kecepatan penyembuhan luka dan mengurangi keperluan amputasi pasien kaki diabetik.Diabetic foot, one of diabetic’s complications, has a high morbidity rate. Randomized clinical studies confirm that hyperbaric oxygen therapy can hasten wound healing and decrease the need for amputations in patients with diabetic foot ulcers.
Perbandingan Akurasi Diagnostik Kadar Procalcitonin dan C-Reactive Protein pada Pasien Apendisitis Anak di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr.Pirngadi Medan Suhaymi, Ery; Fikri, Erjan; Nasution, Iqbal Pahlevi Adeputra
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.609 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.869

Abstract

Latar Belakang: Diagnosis appendisitis akut masih merupakan tantangan, terutama pada kelompok usia anak. Oleh karena itu diperlukan suatu alat diagnostik yang sensitif dan spesifik. Tujuan : Membandingkan akurasi Procalcitonin (PCT) dengan C-Reactive Protein (CRP) untuk mendiagnosis apendisitis anak. Metode: Penelitian potonglintang dengan analisis deskriptif dan analitik terhadap 31 pasien usia di bawah 18 tahun yang datang ke IGD RSUP H. Adam Malik Medan dengan gejala apendisitis dan telah menjalani appendektomi dari bulan Desember 2014 hingga Juli 2015. Seluruh sampel darah diambil preoperatif dan nilai PCT dan CRP diukur. Dilakukan apendektomi dan pemeriksaan histopatologi pasca operasi. ROC nilai sensitivitas, spesifisitas, prediksi positif dan prediksi negatif masing-masing pemeriksaan laboratorium dan kombinasi keduanya dianalisis menggunakan kurva. Hasil : Didapatkan 14 ( 45,2%) laki-laki dan 17 (54,8%) perempuan, pada kelompok umur 12 – 18 tahun (58,1%) dan kelompok umur < 12 tahun (41,9%). Kadar CRP meningkat pada 91,7% penderita appendisitis akut dan pada 84,2% penderita appendisitis komplikasi. Sensitivitas uji diagnostik 84,2% dan spesifisitas 8,3% serta akurasi pengukuran kadar CRP 54,8%. Rentang kadar CRP untuk appendisitis akut 0,69 – 17,10 mg/l dengan rerata 10,11 ± 4,74 mg/l dan untuk appendisitis komplikasi 3,70 – 19,70 mg/l dengan rerata 12,27 ± 4,82 mg/l. Kadar PCT dijumpai meningkat pada 91,7% penderita appendisitis akut dan pada 100% penderita appendisitis komplikasi. Sensitivitas uji diagnostik 100% dan spesifisitas 8,3% serta akurasi pengukuran kadar PCT 64,5%. Rentang kadar PCT sangat besar untuk appendisitis akut 0,04 – 55,50 ng/ml dengan rerata 10,60 ± 15,95 ng/ml dan untuk appendisitis komplikasi 0,75 – 151,70 ng/ml dengan rerata 15,98 ± 33,44 ng/ml. Simpulan : Pemeriksaan PCT pada pasien appendisitis memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 8,3% dan memiliki nilai akurasi lebih tinggi (64,5%) dibandingkan pemeriksaan CRP (54,8%) dengan sensitivitas 84,2% dan spesifisitas 8,3%. PCT dan CRP memiliki peranan penting untuk mendukung diagnosis klinis apendisitis akut pada anak.Background: Diagnosis of acute appendicitis remains a challenge, especially among children. A sensitive and specific diagnostic tool is needed. Objective: To compare the accuracy of Procalcitonin (PCT) and C-Reactive Protein (CRP) in diagnosing pediatric appendicitis. Method: Cross-sectional study with descriptive and analytical analysis on 31 patients under 18 years of age in the emergency department of RSUP H. Adam Malik with symptoms of appendicitis and underwent appendectomy from December 2014 until July 2015. Blood samples were taken to determine the value of preoperative PCT and CRP. Postoperative histopathological examination was done. ROC curve was used to analyze the sensitivity, specificity, positive predictive and negative predictive value of each and combination of laboratory tests. Results: Samples were 14 (45.2%) male and 17 (54.8%) female; aged 12-18 years (58.1% ) and <12 years (41.9%). The range of values of CRP levels for acute appendicitis were 0.69 - 17.10 mg / l (mean 10.11 ± 4.74 mg / l) and for complicated appendicitis were 3.70 - 19.70 mg / l (mean 12.27 ± 4.82 mg / l). A CRP level was increased in 91.7% patients with acute appendicitis, and in 84.2% patients with complications. Sensitivity and specificity of the diagnostic test was 84.2% and 8.3% respectively, the accuracy of measurement of CRP levels was 54.8%. PCT levels was increased in 91.7% patients with acute appendicitis, and in 100% patients with complicated appendicitis. Sensitivity and specificity were 100% and 8.3% respectively and the accuracy of measurement of PCT levels is 64.5%. The range of values of PCT levels for acute appendicitis is 0.04 to 55.50 ng / ml, mean 10.60 ± 15.95 ng / ml and for complicated appendicitis of 0.75 to 151.70 ng / ml, mean 15.98 ± 33.44 ng / ml. Conclusion: Examination of PCT in patients with appendicitis had a 100% sensitivity and 8.3% specificity of and has a higher accuracy (64.5%) compared with CRP examination (54.8%) with a sensitivity of 84.2% and a specificity of 8.3%. 
Neovaskularisasi Koroid Miopia -, Elvira; Wijaya, Victor Nugroho
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.322 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.874

Abstract

Neovaskularisasi Koroid (NVK) merupakan salah satu komplikasi miopia dan miopia maligna yang mengancam penglihatan. Risiko NVK meningkat seiring dengan peningkatan angka kejadian miopia. Sampai saat ini belum ada definisi standar NVK pada miopia atau miopia maligna. Pasien NVKm dapat mengeluh gangguan visus, metamorfopsia dan skotoma. Fluorescein angiography dan optical tomography dapat digunakan untuk diagnosis NVKm. Tatalaksana NVKm terus berkembang, anti-VEGF memperbaiki, mengendalikan penyakit dan diharapkan dapat memperbaiki tajam penglihatan.Choroid neovascularization (CNV) is a vision-threatening complication of myopia and malignant myopia. CNV risk is increased along with the increased myopia prevalence. There is no standard definition of CNV in myopia or in malignant myopia. Patient with mCNV may complaint visual disturbances, metamorphopsia, and scotoma. Fluorescein angiography and optical tomography examination may aid mCNV diagnosis. Anti-VEGF may control the disease and expected to correct visual acuity.
Goji Berry : Fakta Manfaat dan Efek Samping Daniella, Dian; Arifin, Yoana
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.976 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.879

Abstract

Goji berry merupakan tanaman obat yang mulai dikenal di Indonesia karena dipercaya bermanfaat bagi kesehatan dan karena kandungan antioksidan yang tinggi. Penelitian mengenai tanaman ini masih terbatas.Goji berry is a herbal known in Indonesia for its presumed health benefits and its high antioxidant content. Studies on this herbal medicine are still limited. 
Proses Menua, Stres Oksidatif, dan Peran Anti Oksidan Zalukhu, Marta Lisnawati; Phyma, Agustinus Rudolf; Pinzon, Rizaldy Taslim
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.321 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.870

Abstract

Penuaan ditandai dengan penurunan integritas fisiologis yang memicu gangguan fungsi, disebabkan oleh radikal bebas sebagai hasil stres oksidatif ditambah modifikasi genetik dan lingkungan. Membatasi atau menghambat reaksi radikal bebas untuk menurunkan laju perubahan akibat penuaan diharapkan dapat menurunkan tingkat penuaan dan patogenesis penyakit. Antioksidan merupakan molekul yang mampu menstabilkan atau menonaktifkan radikal bebas sebelum menyerang sel, juga dapat menghambat ataupun menunda oksidasi. Antioksidan memiliki fungsi preventif dan protektif terhadap penyakit terkait usia seperti penyakit kardiovaskular, kanker, kelainan neurodegeneratif, dan berbagai kondisi kronik lainnya.Aging is characterized by progressive loss of physiological integrity caused by free radical as result of oxidative stress, leading to impaired function, modifiable by genetic and enviromental factors. Interventions aimed at limiting or inhibiting the process should reduce the rate of changes with consequent reduction of aging rate and disease. Antioxidant refers to any molecule capable to stabilize or deactivate free radicals before they attack cells, also inhibit or delay the oxidation of a substrate. Antioxidant prevents and protects against age-related disease : cardiovascular disease, cancer, neurodegenerative disorders, and other chronic condition.
Manifestasi Klinis Sindrom Behcet Tan, Sukmawati Tansil; Gunawan, Listyani; Reginata, Gabriela
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.611 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.875

Abstract

Sindrom Behcet adalah proses inflamasi multisistemik yang tidak diketahui etiologinya, manifestasi klinis berupa ulkus oral rekuren, ulkus genital, lesi kulit, lesi mata dan berbagai sistem organ lain. Kasus wanita 21 tahun mengeluh luka-luka kecil yang nyeri di rongga mulut sejak tiga minggu, hilang timbul hampir setiap bulan sejak lima tahun. Luka juga terdapat di kemaluan, hilang timbul sejak empat tahun dan berulang tiga hingga empat kali setiap tahun. Kedua mata merah dan berair, sejak satu tahun. Pada pemeriksaan kedua mata tampak injeksi konjungtiva dan tidak ada penurunan visus. Pada rongga mulut didapatkan ulserasi aftosa multipel berdiameter 0,6 cm. Pada vulva terdapat ulkus menggaung dengan tepi meninggi berukuran 3 cm x 1,5 cm x 0,5cm. Pasien didiagnosis sebagai sindrom Behcet berdasarkan International Classification Criteria of Behcet’s Disease atau menggunakan skoring Revised International Criteria for Behcet Disease (ICBD). Pengobatan kortikosteroid dan antibiotik oral maupun topikal. Tujuan terapi adalah mempercepat penyembuhan dan mencegah remisi. Luka membaik selama tiga minggu pengobatan.Behcet's syndrome is a multisystemic inflammatory process of unknown etiology, with clinical manifestations of recurrent oral ulcers, genital ulcers, skin lesions, eye lesions, and in other organ systems. A 21-year-old woman complained of painful minor lesions in the oral cavity since three weeks, fluctuating almost every month since five years ago. Similar lesions were found in genital area intermittently three to four times a year since four years. Red and watery eyes were felt since last year. On examination, there were conjunctival injection in both eyes but no decrease in visual acuity, multiple aphthous ulceration in the oral cavity with diameter of 0.6 cm, vulval ulcers with deep and rising edge measuring 3 cm x 1.5 cm x 0,5cm. Diagnosis of Behcet's syndrome was based on the International Classification Criteria of Behcet's Disease or Revised Criteria for Behcet's Disease International (ICBD). Treatment consist of oral and topical corticosteroids and antibiotics to accelerate healing and prevent remission. The patient improved during three weeks of treatment.   
Peran Tunas Brokoli pada Stres Oksidatif Penyandang Diabetes Sinaga, Wina
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.023 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i10.880

Abstract

Penyandang diabetes mengalami hiperglikemia dan peningkatan kadar asam lemak bebas yang menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif tersebut dapat menyebabkan komplikasi vaskuler jangka panjang. Pemberian antioksidan diharapkan dapat memperbaiki keadaan stres oksidatif pada penyandang diabetes. Tunas brokoli merupakan brokoli berumur tiga sampai empat hari, mengandung komponen aktif sulforaphane. Sulforaphane bekerja pada enzim fase 2 dan berpotensi sebagai antioksidan kuat. Berbagai penelitian menunjukkan manfaat pemberian tunas brokoli pada perbaikan stres oksidatif penyandang diabetes.Hiperglycemia and elevated free fatty acid cause oxidative stress in diabetes patients which may long term vascular complications. Antioxidant can theoretically reduce oxidative stress in diabetes. Broccoli sprouts is three to four-day old broccoli, contain bioactive component sulforaphane. Sulforaphane is an enzyme, strong inducer and an antioxidant. Researches show benefit of broccoli sprouts in reducing oxidative stress in diabetes.

Page 1 of 3 | Total Record : 23


Filter by Year

2016 2020


Filter By Issues
All Issue Vol 50 No 11 (2023): Pediatri Vol 50 No 10 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 9 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 8 (2023): Dermatiologi Vol 50 No 7 (2023): Kardiovaskular Vol 50 No 6 (2023): Edisi CME Vol 50 No 5 (2023): Kedokteran Umum Vol 50 No 4 (2023): Anak Vol 50 No 3 (2023): Kardiologi Vol 50 No 2 (2023): Penyakit Dalam Vol 50 No 1 (2023): Oftalmologi Vol 49, No 4 (2022): Infeksi - COVID-19 Vol 49 No 12 (2022): Dermatologi Vol. 49 No. 11 (2022): Neurologi Vol 49 No 10 (2022): Oftalmologi Vol. 49 No. 9 (2022): Neurologi Vol. 49 No. 8 (2022): Dermatologi Vol 49 No 7 (2022): Nutrisi - Vitamin D Vol 49, No 7 (2022): Vitamin D Vol 49, No 6 (2022): Nutrisi Vol 49 No 6 (2022): Nutrisi Vol 49 No 5 (2022): Neuro-Kardiovaskular Vol 49, No 5 (2022): Jantung dan Saraf Vol 49 No 4 (2022): Penyakit Dalam Vol 49 No 3 (2022): Neurologi Vol 49, No 3 (2022): Saraf Vol 49 No 2 (2022): Infeksi Vol 49, No 2 (2022): Infeksi Vol 49 (2022): CDK Suplemen-2 Vol 49 (2022): CDK Suplemen-1 Vol 49, No 1 (2022): Bedah Vol 49 No 1 (2022): Bedah Vol 48 No 11 (2021): Penyakit Dalam - COVID-19 Vol 48, No 7 (2021): Infeksi - [Covid - 19] Vol 48 No 1 (2021): Infeksi COVID-19 Vol. 48 No. 10 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 4 Vol 48 No 8 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 3 Vol 48 No 5 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 2 Vol. 48 No. 2 (2021): Continuing Medical Education - Edisi 1 Vol 48, No 12 (2021): General Medicine Vol 48 No 12 (2021): Penyakit Dalam Vol 48, No 11 (2021): Kardio-SerebroVaskular Vol 48, No 10 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48, No 9 (2021): Nyeri Neuropatik Vol 48 No 9 (2021): Neurologi Vol 48, No 8 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48 No 7 (2021): Infeksi Vol 48, No 6 (2021): Kardiologi Vol 48 No 6 (2021): Kardiologi Vol 48, No 5 (2021): CME - Continuing Medical Education Vol 48 No 4 (2021): Dermatologi Vol 48, No 4 (2021): Dermatologi Vol 48, No 3 (2021): Obstetri dan Ginekologi Vol. 48 No. 3 (2021): Obstetri - Ginekologi Vol 48, No 2 (2021): Farmakologi - Vitamin D Vol 48, No 1 (2021): Penyakit Dalam Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi Vol 47, No 11 (2020): Infeksi Vol. 47 No. 10 (2020): Dermatologi Vol 47, No 10 (2020): Optalmologi Vol 47 No 9 (2020): Infeksi Vol 47, No 9 (2020): Neurologi Vol 47, No 8 (2020): Kardiologi Vol. 47 No. 8 (2020): Oftalmologi Vol. 47 No. 7 (2020): Neurologi Vol 47, No 7 (2020): Bedah Vol 47 No 6 (2020): Kardiologi & Pediatri Vol. 47 No. 5 (2020): Bedah Vol 47, No 5 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol. 47 No. 4 (2020): Interna Vol 47, No 4 (2020): Arthritis Vol 47, No 3 (2020): Dermatologi Vol. 47 No. 3 (2020): Dermatologi Vol 47 No 2 (2020): Infeksi Vol 47, No 2 (2020): Penyakit Infeksi Vol 47 No 1 (2020): Bedah Vol 47, No 1 (2020): CME - Continuing Medical Education Vol 47, No 1 (2020): Bedah Vol. 46 No. 7 (2019): Continuing Medical Education - 2 Vol 46, No 12 (2019): Kardiovaskular Vol 46 No 12 (2019): Kardiovakular Vol. 46 No. 11 (2019): Pediatri Vol 46, No 11 (2019): Kesehatan Anak Vol. 46 No. 10 (2019): Farmakologi - Continuing Professional Development Vol 46, No 10 (2019): Farmasi Vol 46 No 9 (2019): Neurologi Vol 46, No 9 (2019): Neuropati Vol. 46 No. 8 (2019): Pediatri Vol 46, No 8 (2019): Kesehatan Anak Vol 46, No 7 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 46 No 6 (2019): Endokrinologi Vol 46, No 6 (2019): Diabetes Mellitus Vol 46, No 5 (2019): Pediatri Vol. 46 No. 5 (2019): Pediatri Vol. 46 No. 4 (2019): Dermatologi Vol 46, No 4 (2019): Dermatologi Vol. 46 No. 3 (2019): Nutrisi Vol 46, No 3 (2019): Nutrisi Vol 46, No 2 (2019): Penyakit Dalam Vol. 46 No. 2 (2019): Interna Vol 46, No 1 (2019): Obstetri - Ginekologi Vol 46 No 1 (2019): Obstetri-Ginekologi Vol 46, No 1 (2019): CME - Continuing Medical Education Vol 45, No 12 (2018): Farmakologi Vol 45 No 12 (2018): Interna Vol. 45 No. 11 (2018): Neurologi Vol 45, No 11 (2018): Neurologi Vol 45, No 10 (2018): Muskuloskeletal Vol. 45 No. 10 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 9 (2018): Infeksi Vol 45 No 9 (2018): Infeksi Vol. 45 No. 8 (2018): Dermatologi Vol 45, No 8 (2018): Alopesia Vol 45, No 7 (2018): Onkologi Vol 45 No 7 (2018): Onkologi Vol 45, No 6 (2018): Penyakit Dalam Vol. 45 No. 6 (2018): Interna Vol 45, No 5 (2018): Nutrisi Vol. 45 No. 5 (2018): Nutrisi Vol 45, No 4 (2018): Cidera Kepala Vol 45, No 4 (2018): Cedera Kepala Vol 45 No 4 (2018): Neurologi Vol. 45 No. 3 (2018): Muskuloskeletal Vol 45, No 3 (2018): Muskuloskeletal Vol. 45 No. 2 (2018): Urologi Vol 45, No 2 (2018): Urologi Vol 45, No 1 (2018): Suplemen Vol 45, No 1 (2018): Dermatologi Vol 45 No 1 (2018): Dermatologi Vol 44, No 12 (2017): Neurologi Vol 44, No 11 (2017): Kardiovaskuler Vol 44, No 10 (2017): Pediatrik Vol 44, No 9 (2017): Kardiologi Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi Vol 44, No 7 (2017): THT Vol 44, No 6 (2017): Dermatologi Vol 44, No 5 (2017): Gastrointestinal Vol 44, No 4 (2017): Optalmologi Vol 44, No 3 (2017): Infeksi Vol 44, No 2 (2017): Neurologi Vol 44, No 1 (2017): Nutrisi Vol 43, No 12 (2016): Kardiovaskular Vol 43, No 11 (2016): Kesehatan Ibu - Anak Vol 43, No 10 (2016): Anti-aging Vol 43, No 9 (2016): Kardiovaskuler Vol 43, No 8 (2016): Infeksi Vol 43, No 7 (2016): Kulit Vol 43, No 6 (2016): Metabolik Vol 43, No 5 (2016): Infeksi Vol 43, No 4 (2016): Adiksi Vol 43, No 3 (2016): Kardiologi Vol 43, No 2 (2016): Diabetes Mellitus Vol 43, No 1 (2016): Neurologi Vol 42, No 12 (2015): Dermatologi Vol 42, No 11 (2015): Kanker Vol 42, No 10 (2015): Neurologi Vol 42, No 9 (2015): Pediatri Vol 42, No 8 (2015): Nutrisi Vol 42, No 7 (2015): Stem Cell Vol 42, No 6 (2015): Malaria Vol 42, No 5 (2015): Kardiologi Vol 42, No 4 (2015): Alergi Vol 42, No 3 (2015): Nyeri Vol 42, No 2 (2015): Bedah Vol 42, No 1 (2015): Neurologi Vol 41, No 12 (2014): Endokrin Vol 41, No 11 (2014): Infeksi Vol 41, No 10 (2014): Hematologi Vol 41, No 9 (2014): Diabetes Mellitus Vol 41, No 8 (2014): Pediatrik Vol 41, No 7 (2014): Kardiologi Vol 41, No 6 (2014): Bedah Vol 41, No 5 (2014): Muskuloskeletal Vol 41, No 4 (2014): Dermatologi Vol 41, No 3 (2014): Farmakologi Vol 41, No 2 (2014): Neurologi Vol 41, No 1 (2014): Neurologi More Issue